Header Ads

test

Meninjau Ulang Amortisasi atas Aset Tidak Berwujud

Oleh: Purwanto (Widyaiswara Muda Pusdiklat Pajak)


Abstrak
Amortisasi merupakan alokasi sistematis atas harga perolehan aset tidak berwujud untuk dibebankan selama masa manfaatnya. Berdasarkan ketentuan tentang Pajak Penghasilan, semua aset tidak berwujud dapat dibebankan melalui amortisasi berdasarkan kelompok masa manfaatnya. Sementara itu, menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) revisi tahun 2010, aset tidak berwujud digolongkan menjadi yang memiliki masa manfaat terbatas dan masa manfaat tidak terbatas. Menurut PSAK tersebut, hanya aset tidak berwujud yang memiliki masa manfaat terbatas yang dibebankan melalui amortisasi. Ketentuan perpajakan mengenai amortisasi aset tidak berwujud hendaknya menyesuaikan dengan perkembangan akuntansi keuangan komersial saat ini yang berbasis International Financial Reporting Standard (IFRS).
Kata kunci : amortisasi fiskal, amortisasi komersial, aset tidak berwujud, akuntansi komersial berbasis IFRS,
PENDAHULUAN
Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, atas pengeluaran untuk memperoleh aset yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan melalui penyusutan atau amortisasi. Dalam akuntansi, istilah penyusutan merujuk pada upaya untuk mengalokasikan secara sistematis atas harga perolehan aset berwujud selama periode masa manfaatnya. Sementara, amortisasi adalah alokasi secara sistematis atas harga perolehan aset tidak berwujud selama periode masa manfaatnya.
Pengeluaran atas perolehan tanah umumnya tidak boleh disusutkan karena masa manfaat ekonomisnya tidak terbatas. Beberapa aset tidak berwujud, misalnya merk dagang, juga memiliki sifat seperti tanah, dimana masa manfaatnya tidak terbatas. Apakah harga perolehan atas aset tersebut perlu diamortisasi? Artikel ini akan membahas tentang beberapa ketentuan tentang amortisasi fiskal atas harga perolehan aset tidak berwujud.
1. APAKAH ASET TIDAK BERWUJUD ? 
Bagi beberapa perusahaan, aset tidak berwujud merupakan komponen yang signifikan dari total kekayaannya. Beberapa analis menyatakan bahwa pada tahun 2000 merk dagang dan resep pembuatan minuman milik Coca Cola bernilai 12% dari total nilai perusahaan atau kurang lebih US $ 63.
Seperti aset perusahaan yang lain, walaupun sulit diidentifikasi secara fisik aset tidak berwujud harus memiliki manfaat ekonomi bagi perusahaan. Artinya, aset tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan arus kas dimasa mendatang. Menurut Keiso, Weygant, dan Warfield, jenis-jenis aset tidak berwujud bisa dikelompokkan menjadi enam
a) Aset tidak berwujud terkait dengan pemasaran
Aset ini memiliki manfaat dalam memasarkan produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah merk dagang, nama dagang, dan nama domain internet.
b) Aset tidak berwujud terkait dengan pelanggan
Aset tidak berwujud ini timbul dari interaksi perusahaan dengan para pelanggannya. Termasuk dalam kelompok ini adalah basis data pelanggan dan hubungan baik dengan pelanggan.
c) Aset tidak berwujud terkait dengan artistik
Bagi pengarang, musisi, pelukis, dan sejenisnya bisa diberikan hak khusus oleh pemerintah agar karyanya tidak digandakan atau ditiru oleh pihak lain. Aset ini dikenal dengan nama copyright.
d) Aset tidak berwujud terkait dengan kontrak
Ada beberapa aset yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain hak waralaba dan hak ijin. Hak waralaba adalah hak yang diberikan kepada terwaralaba untuk menjual barang atau jasa atau menggunakan konsep, nama dan merk dagang milik pewaralaba. Sementara, aset tidak berwujud berupa hak ijin diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan swasta untuk menggunakan barang publik guna menyediakan jasanya kepada pelanggan. Sebagai contoh hak ijin yang diberikan kepada perusahaan TransJakarta untuk mengoperasikan busway melalui jalur-jalur.
e) Aset tidak berwujud terkait dengan teknologi
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah hak paten, yaitu hak yang diberikan oleh pemerintah kepada pemegang paten untuk membuat dan menjual suatu produk tertentu atau menggunakan suatu proses produksi tertentu. Paten dibagi menjadi paten produk dan paten proses. Paten bisa diperoleh melalui pembelian dari pihak lain maupun melalui kegiatan penelitian dan pegembangan yang dilakukan sendiri.
f) Muhibah (goodwill)
Muhibah hanya timbul kalau suatu perusahaan membeli perusahaan lain. Jika suatu perusahaan membeli perusahaan lain dengan harga yang lebih tinggi daripada nilai wajar aset netonya, berarti ada aset tidak berwujud yang belum diidentifikasi. Hal ini bisa merujuk pada reputasi perusahaan, credit rating, manajemen serta karyawan yang mumpuni.
2. AMORTISASI ATAS ASET TIDAK BERWUJUD MENURUT AKUNTANSI KOMERSIAL
Dalam akuntansi komersial berbasis IFRS, aset tidak berwujud dibedakan menjadi dua, yaitu yang memiliki masa manfaat terbatas dan tidak terbatas. Masa manfaat ini dikaitkan dengan kemampuan aset tersebut dalam menghasilan arus kas. Beberapa faktor yang mempengaruhi masa manfaat aset tersebut antara lain keusangan, permintaan, kompetisi, teknologi dan masa manfaat legal. Sebagai contoh, aset berupa hak paten atas pembuatan obat farmasi. Karena kompetitor melakukan penelitian dan pengembangan terus-menerus, paten yang dimiliki oleh suatu perusahaan memiliki kemampuan menghasilkan arus kas untuk masa yang terbatas.
Terhadap aset yang memiliki masa manfaat terbatas, atas harga perolehannya dibebankan melalui amortisasi. Jadi amortisasi adalah alokasi secara sistematis atas harga perolehan aset tidak berwujud selama masa manfaatnya. Besarnya amortisasi harus merefleksikan pola pemanfaatan aset tidak berwujud tersebut oleh perusahaan. Bisa menggunakan metode unit produksi, metode saldo menurun, atau metode garis lurus tergantung bagaimana pola pemanfaatan aset tersebut dalam menghasilkan penghasilan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan pembuat telepon seluler memiliki suatu hak paten. Karena paten tersebut menghasilkan arus kas yang besar pada tahun-tahun awal ditemukan dan akan berkurang pada tahun-tahun berikutnya, metode amortisasi saldo menurun mungkin lebih tepat.
Suatu aset disebut memiliki masa manfaat tidak terbatas jika tidak bisa diperkirakan kapan aset tersebut tidak bisa lagi menghasilkan arus kas. Beberapa aset tidak berwujud yang digolongkan memiliki masa manfaat tidak terbatas adalah nama dagang, merk dagang, nama domain internet, dan muhibah. Karena masa manfaatnya tidak terbatas, harga perolehan atas aset tersebut tidak diamortisasi.
Selanjutnya, alam akuntansi komersial paling tidak sekali dalam satu tahun nilai tercatat aset tidak berwujud diuji apakah terjadi penurunan nilai. Jika mengalami penurunan nilai maka diakui adanya kerugian atas penurunan nilai tersebut. Pengujian atas penurunan nilai tersebut dilakukan baik atas aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas maupun masa manfaat tidak terbatas.
3. AMORTISASI ATAS ASET TIDAK BERWUJUD MENURUT FISKAL
Pasal 9 ayat 2 Undang-udang tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. Ketentuan lebih lanjut tentang amortisasi diatur dalam pasal 11A Undang-undang tentang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya, antara lain
- Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) bisa menggunakan metode garis lurus maupun metode saldo menurun yang diterapkan secara taat azas
- Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi
- Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain bidang minyak dan gas dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun
- Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
https://lh4.googleusercontent.com/-3wswxCYdXUE/Ur1CRO8C6-I/AAAAAAAAHJ0/oB48YG5CrdE/s1024/pur.jpg
- Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan
Selanjutnya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2009 mengatur tentang amortisasi atas perolehan harta tak berwujud bidang usaha kehutanan, perkebunan tanaman keras, peternakan yang dapat berproduksi berkali. Peraturan tersebut menyatakan bahwa amortisasi atas harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya bidang usaha tersebut dimulai pada bulan pengeluaran atau bulan produksi komersial
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 316/PJ/2002 mengatur tentang amortisasi atas perolehan perangkat lunak (software) komputer, yang dikelompokkan kedalam program aplikasi umum dan program aplikasi khusus.
4. PEMBAHASAN
Pasal 11A ayat 1 menyatakan bahwa atas perolehan harta tidak berwujud termasuk muhibah (goodwill) diamortisasi dengan menggunakan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Sementara pada akuntansi komersial berbasis IFRS, muhibah termasuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas. Artinya, kemampuan aset tersebut untuk menghasilkan arus kas tidak bisa ditentukan batas akhirnya. Termasuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas adalah nama dagang, merk dagang, muhibah, dan alamat domain internet. Atas harga perolehan aset tidak berwujud tersebut dalam akuntansi komersial berbasis IFRS tidak diamortisasi. Ketentuan perpajakan sebaiknya perlu menyesuaikan dengan perlakuan dalam akuntansi komersial. Seperti halnya harga perolehan tanah yang tidak disusutkan, atas harga perolehan aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas untuk tujuan fiskal juga tidak perlu diamortisasi.
Sebagai pengganti atas beban amortisasi, kerugian atas penurunan nilai aset tersebut bisa diakui untuk penghitungan penghasilan neto fiskal. Namun, hal ini perlu dikaji lebih lanjut supaya tidak menjadi moda penghindaran pajak.
Ketentuan fiskal yang berlaku selama ini, masa manfaat aset tidak berwujud dikelompok-kelompokkan. Jika masa manfaat suatu aset tidak tercantum dalam kelompok tersebut akan dimasukkan ke dalam kelompok terdekat. Sebagai contoh PT Abadi memperoleh hak untuk mengoperasikan suatu jalan tol selama 15 tahun dengan pengeluaran Rp 25 milyar. Maka hak mengoperasikan jalan tol tersebut dimasukkan kedalam kelompok 3 dan diamortisasi untuk tujuan fiskal selama 16 tahun. Berbeda dengan masa manfaat aset berwujud, masa manfaat beberapa aset tidak berwujud sudah pasti, terutama yang timbul berdasarkan kontrak. Untuk aset tidak berwujud yang masa manfaatna sudah pasti, beban amortisasi fiskal akan lebih baik kalau dihitung berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya.
Ada tiga metode amortisasi yang diperbolehkan untuk tujuan perpajakan, yaitu metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode satuan produksi. Ada kecenderungan bagi wajib pajak untuk memilih metode amortisasi saldo menurun karena pada awal tahun perolehan aset tidak berwujud akan menghasilkan beban amortisasi yang lebih besar sehingga penghasilan neto fiskal menjadi lebih rendah. Selama ini Direktorat Jenderal Pajak sudah menentukan bahwa metode amortisasi untuk bidang usaha pertambangan adalah metode satuan produksi. Sebaiknya Direktorat Jenderal Pajak juga mengeluarkan peraturan serupa untuk bidang-bidang usaha lain, dimana tiap-tiap jenis usaha hanya boleh menggunakan metode amortisasi tertentu. Dengan demikian, metode amortisasi fiskal mencerminkan pola pemanfaatan aset tidak berwujud dan menghasilkan penghasilan neto yang sebenarnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam akuntansi komersial berbasis IFRS, aset tidak berwujud digolongkan menjadi yang memiliki masa manfaat terbatas dan yang tidak terbatas. Terhadap aset tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas, harga perolehannya tidak diamortisasi. Sebaiknya hal ini ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengeluarkan ketentuan serupa. Terhadap harga perolehan aset tidak berwujud yang memiliki masa manfaat tidak terbatas tidak dilakukan amortisasi fiskal.
Selanjutnya, beberapa aset tidak berwujud memiliki masa manfaat yang sudah pasti, terutama yang timbul berdasarkan kontrak. Dalam menghitung beban amortisasi fiskal atas aset tersebut lebih baik kalau menggunakan masa manfaat yang sebenarnya.
Ada kecenderungan bagi wajib pajak untuk memilih metode amortisasi atas aset tidak berwujud dengan metode saldo menurun. Metode ini akan menghasilkan penghasilan neto fiskal yang lebih rendah. Penghasilan neto fiskal sebaiknya juga mencerminkan kegiatan ekonomi yang sebenarnya. Agar metode amortisasi yang digunakan wajib pajak lebih mencerminkan kegiatan ekonomi yang sebenarnya, Direktorat Jenderal Pajak perlu menentukan metode amortisasi untuk tiap-tiap bidang usaha seperti yang sudah diatur pada bidang usaha pertambangan dan pemanfaatan sumber alam.
Referensi
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2009
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 316/PJ/2002
4. Kieso, D.E., Weygandt, J.J., dan Warfield, T.D. Intermediate Accounting IFRS Edition Volume 1. John Wiley & Sons
5. Kieso, D.E., Weygandt, J.J., dan Warfield, T.D. Intermediate Accounting IFRS Edition Volume 2. John Wiley & Sons


Sumber: http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12614-meninjau-ulang-amortisasi-atas-aset-tidak-berwujud

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.